Metodologi System Dynamics telah berkembang sejak diperkenalkan pertama kalinya oleh Jay W. Forrester (MIT) pada tahun 1950-an. Metode ini erat kaitannya dengan adanya dinamika sistem yang kompleks dalam berbagai fenomena sehari-hari, yaitu pola tingkah laku yang dibentuk oleh sebuah sistem itu sejalan dengan perjalanan waktu. Metode ini dapat digunakan seperti halnya dalam melihat bagaimana dampak dari adopsi dan implementasi SISKA terhadap pasokan daging sapi nasional. Dalam konteks ini lebih ditujukan kepada upaya untuk memahami tentang bagaimana tingkah laku sistem integrasi sapi-kelapa sawit muncul dari strukturnya. Pengertian dan pemahaman seperti ini sangat diperlukan dalam memberikan pandangan dalam perancangan sebuah kebijakan yang efektif.
Tujuan
Tujuan dari penyajian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang kondisi suatu masalah, seperti yang akan dibahas dalam topik ini yaitu melihat dampak adopsi dan implementasi SISKA. Dengan mempelajari perilaku atau dinamika perubahan dalam sistem SISKA ini diharapkan dapat memprediksi berbagai kemungkinan yang akan terjadi di masa datang tentang bagaimana dampak dari implementasi integrasi ternak sapi dengan perkebunan kelapa sawit. Memahami dan mengenali unsur-unsur yang membentuk struktur SISKA yang saling terkait antara bidang usaha pemeliharaan sapi potong dengan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dapat diketahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap penyediaan dan konsumsi daging sapi nasional. Telaahan ini juga sangat berguna bagi penyusunan strategi atau memformulasikan kebijakan yang tepat agar mampu menanggulangi permasalahan yang mungkin dihadapi dan pada saat yang sama dapat mempercepat pencapaian tujuan penyediaan daging sapi nasional yang berasal dari sinkronisasi pemanfaatan sumberdaya lahan perkebunan.
Paradigma Berpikir Sistem (Systems Thinking)
Mengenali masalah yang dapat menimbulkan masalah lainnya adalah dengan mengenali dinamika, kompleksitas, saling keterkaitan alamiah dari sebuah sistem. Pendekatan ini fokus kepada keseluruhan permasalahan, tidak hanya kepada bagian-bagiannya saja. Dengan demikian kita bias menghindari tindakan yang hanya menguntungkan saat ini saja tetapi merugikan dimasa mendatang. Inilah perlunya keseimbangan perspektif jangka pendek dan jangka panjang, serta melihat realitas dengan cara apa adanya, bukan melihat apa yang diharapkan saja, sehingga kita dapat menemukan titik ungkitnya (leverage point).
Berpikir Linier vs Berpikir Sistems
Berpikir secara linier seperti pada ilustrasi diatas hanya akan memberikan hubungan sebab akibat yang searah, seperti A menyebabkan B, B menyebabkan C, dan C menyebabkan D. Sangat berbeda dengan cara berpikir sistem, dimana terdapat hubungan yang saling bergantung satu dengan yang lainnya, sehingga tidak hanya A yang dapat mengakibatkan B, tetapi juga D. Demikian juga halnya dengan C yang tidak hanya disebabkan oleh B, tapi dapat disebabkan juga oleh D, dan C juga dapat mengakibatkan A.
Model yang dibangun melalui suatu analisis menggunakan pendekatan berpikir sistem sangat dimungkinkan untuk menghasilkan banyak titik kontak didalam dunia nyata yang dideskripsikan oleh model. Dalam paradigma berpikir sistem ini, struktur fisik ataupun struktur pengambilan keputusan dibangun oleh unsur-unsur yang saling-bergantung satu dengan yang lainnya (interdependent) yang diilustrasikan dengan closed-loop maupun feedback loop. Hubungan unsur-unsur yang saling terkait tersebut merupakan hubungan sebab-akibat (umpan-balik), bukan hubungan sebab-akibat yang hanya searah. Selanjutnya, konsep feedback dalam suatu sistem dapat disimulasikan dan memunculkan konsep delay dan nonlinearity. Konsep feedback, stock dan flow, delay, dan nonlinearity ini merupakan dasar pemikiran (premise) tentang pola keterkaitan antar komponen yang digunakan dalam pemodelan system dynamics.
Pada diagram berikut ini disajikan diagram lingkaran sebab-akibat (causal-loop-diagram/CLD) yang dimungkinkan terjadi dalam sebuah sistem seperti yang sedang kita pelajari ini, yaitu Sistem Integrasi Sapi Potong dengan Perkebunan Kelapa Sawit (SISKA) yang ditunjukkan dengan adanya saling keterkaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Adapun cara membaca CLD ini kita harus memulainya dengan kata Apabila meningkat/apabila bertambah. Sehingga tanda +/- selanjutnya akan mengikuti kaidah hubungan timbal balik diantara keduanya.
CAUSAL LOOP DIAGRAM SISKA DALAM PERSPEKTIF SYSTEMS THINKING
Pada ilustrasi CLD tersebut kita dapat melihat keterkaitan satu faktor dengan faktor lainnya dengan cara memulainya dari titik manapun yang kita kehendaki. Katakanlah kita akan memulainya dari titik Harga Daging Sapi. Kita ketahui bersama bahwa harga daging sapi cukup tinggi saat ini dan selalu ada tendensi untuk terus meningkat sejalan dengan perjalanan waktu maupun peristiwa tertentu. Misalnya, apabila harga daging sapi meningkat, maka permintaan daging sapi menurun (ada tanda negatif pada ujung panah dari titik harga daging sapi kearah titik permintaan daging sapi). Selanjutnya, apabila permintaan daging sapi meningkat, maka persediaan/stok daging sapi akan menurun (-), dan apabila stok daging sapi meningkat, maka harga daging sapi akan turun (-).
Pada loop (lingkaran sebab-akibat) ini kita berikan tanda negatif (-) karena tanda anak panah dari titik harga daging sapi yang mengarah ke permintaan daging sapi (biru tua) tersebut bertanda negatif (-), sebagai produk dari (-) (-) dan (-). Demikian pula halnya dari titik permintaan daging sapi (biru tua) mengarah ke titik stok daging sapi (-), dan dari titik stok daging sapi (biru muda) mengarah ke harga daging sapi (-). Demikianlah cara kita membaca sebuah diagram sebab-akibat (CLD) seperti pada contoh dibawah ini. Kita juga dapat melihat loop negatif lainnya (loop berwarna merah) yaitu dari titik populasi sapi potong (-), impor sapi bakalan (+), stok sapi siap potong (-), pemotongan sapi betina produktif (-), ke populasi sapi potong.
Sebuah loop negatif biasanya juga ditandai dengan huruf (B) atau balancing, artinya bahwa loop ini akan selalu membuat keseimbangan, seperti pada loop negatif. Sedangkan untuk loop (lingkaran) yang bertanda positif, seperti halnya untuk loop stok daging sapi, jumlah pemotongan sapi, harga daging sapi, dan permintaan daging sapi, ditandai dengan huruf (R) atau reinforcing yaitu bahwa loop ini akan terus menerus menyebabkan peningkatan.
Dengan memahami hubungan sebab-akibat seperti yang diilustrasikan pada CLD diatas, kita bisa mengetahui bahwa apabila populasi sapi potong didalam negeri semakin meningkat, maka untuk alasan ketersediaan atau kecukupan pakannya maka akan menstimulasi untuk semakin meningkatnya adopsi dan implementasi SISKA, yang selanjutnya dapat menekan jumlah impor sapi bakalan. Pada anak panah kearah Impor Sapi Bakalan, seperti halnya dengan anak panah kearah Stok Sapi Siap Potong terdapat marka garis sejajar yang melintang pada anak panah tersebut, yang berarti bahwa efek ini memerlukan waktu (delay), bukan efek langsung.
Sumber : Prof. Dr. Ir. Tjeppy D Soedjana, MSc
TDS/28/03/22