Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, dengan produksi mencapai 51 juta ton pada tahun 2019. Minyak kelapa sawit memiliki berbagai manfaat, baik sebagai bahan baku industri pangan, kosmetik, farmasi, maupun bioenergi. Namun, perkebunan kelapa sawit juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, terutama terkait dengan emisi gas rumah kaca (GRK) atau karbon. Emisi karbon dari perkebunan kelapa sawit berasal dari beberapa sumber, antara lain: pembukaan lahan gambut, pembakaran lahan, penggunaan pupuk kimia, pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit (CPO), dan pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit (PKS). Untuk mengurangi emisi karbon dari perkebunan kelapa sawit, diperlukan upaya mitigasi yang efektif dan berkelanjutan. Salah satu upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan mengintegrasikan kegiatan peternakan sapi dengan perkebunan kelapa sawit. Sistem integrasi sapi kelapa sawit (SISKA) merupakan model bioindustri yang menggabungkan dua sektor pertanian yang saling menguntungkan. Dalam SISKA, sapi dipelihara di lahan perkebunan kelapa sawit dengan memanfaatkan limbah atau produk sampingan dari perkebunan dan pabrik sebagai pakan. Selain itu, kotoran sapi dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman kelapa sawit atau sebagai bahan baku biogas untuk energi. Dengan demikian, SISKA dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan dari kedua sektor, sekaligus mengurangi emisi karbon dari perkebunan kelapa sawit.
Sistem integrasi sapi kelapa sawit (SISKA) merupakan model bioindustri berkelanjutan yang menggabungkan kegiatan peternakan sapi dengan kebun kelapa sawit untuk menciptakan sinergi antara kedua sektor tersebut. Dalam SISKA, lahan yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit juga dimanfaatkan untuk pemeliharaan sapi. Limbah atau produk sampingan dari perkebunan dan pabrik kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai pakan untuk sapi. Limbah dari peternakan sapi dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk kebun kelapa sawit. Manajemen sumber daya alam seperti air, energi, dan nutrisi dapat diintegrasikan antara kegiatan peternakan dan perkebunan. SISKA dapat berperan dalam mitigasi karbon dari perkebunan kelapa sawit melalui beberapa mekanisme, antara lain:
1. Mengurangi laju deforestasi dan degradasi lahan. Dengan mengintegrasikan sapi dengan kelapa sawit, lahan yang digunakan untuk perkebunan dapat dimaksimalkan untuk pemeliharaan sap Hal ini dapat mengurangi kebutuhan untuk membuka lahan baru untuk perluasan perkebunan atau peternakan. Selain itu, sapi dapat membantu dalam pemeliharaan tanaman kelapa sawit dengan memakan gulma dan meratakan tanah. Dengan demikian, SISKA dapat mengurangi emisi karbon yang berasal dari pembukaan lahan gambut atau pembakaran lahan. SISKA dapat mengurangi laju deforestasi dan degradasi lahan dengan beberapa cara, antara lain:
a) Mengurangi konversi lahan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dengan memanfaatkan lahan yang sudah ada untuk pemeliharaan sap Hal ini dapat menghemat lahan, mengurangi pelepasan karbon dari biomassa dan tanah, dan menjaga fungsi ekosistem hutan.
b) Mengurangi penggunaan pupuk kimia yang menghasilkan emisi nitrous oxide (N2O) dengan memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk organik untuk kebun kelapa sa Hal ini dapat meningkatkan kesuburan tanah, mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, dan memperbaiki struktur tanah.
c) Mengurangi pembakaran limbah perkebunan dan pabrik kelapa sawit yang menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan partikulat dengan memanfaatkan limbah tersebut sebagai pakan untuk sapi atau bahan baku biogas. Hal ini dapat mengurangi pencemaran udara, menghemat energi, dan menciptakan nilai tambah dari limbah.
d) Mengurangi pencemaran air oleh limbah cair pabrik kelapa sawit yang menghasilkan emisi CH4 dari proses anaerobik dengan memanfaatkan limbah cair tersebut sebagai irigasi atau bahan baku biog Hal ini dapat mengurangi penggunaan air bersih, menghemat energi, dan menciptakan nilai tambah dari limbah.
e) Membuat teras atau sengkedan di lahan perkebunan kelapa sawit yang berada di lereng gunung atau bukit untuk mengurangi aliran air permukaan yang dapat menyebabkan erosi tanah dan hilangnya unsur har Hal ini dapat meningkatkan stabilitas tanah, mengurangi resiko longsor, dan meningkatkan produktivitas tanaman.
f) Membuat saluran pelepas air di wilayah yang memiliki curah hujan tinggi untuk mengurangi genangan air yang dapat menyebabkan degradasi tanah dan penyebaran penyaki Hal ini dapat meningkatkan drainase tanah, mengurangi resiko banjir, dan meningkatkan kesehatan tanaman dan ternak.
2. Mengurangi penggunaan pupuk kimia. Dalam SISKA, kotoran sapi dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman kelapa sawit. Pupuk organik dapat meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme. Selain itu, pupuk organik dapat mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang berpotensi merusak lingkungan dan menyebabkan emisi karbon. Studi kasus di Malaysia menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik dari kotoran sapi dapat mengurangi emisi karbon sebesar 0,11 ton CO2 e/ha/tahun. Peran sapi yang digembalakan di kebun sawit dapat meningkatkan mitigasi gas rumah kaca dengan beberapa cara, antara lain:
a) Meningkatkan produktivitas tanaman sawit dengan memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk organ Hal ini dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia yang menghasilkan emisi nitrous oxide (N2O) dan meningkatkan penyerapan karbon oleh tanaman sawit.
b) Meningkatkan efisiensi pencernaan sapi dengan memberikan pakan yang berkualitas, seperti limbah padat dari pabrik kelapa sa Hal ini dapat mengurangi produksi gas metana (CH4) dalam rumen sapi dan meningkatkan pertumbuhan sapi.
c) Meningkatkan pemanfaatan gas metana dari kotoran sapi sebagai bahan baku biog Hal ini dapat mengurangi pelepasan gas metana ke atmosfer dan memanfaatkannya sebagai sumber energi terbarukan.
d) Meningkatkan kesejahteraan sapi dengan kecukupan pakan (adlibitum) dari hijauan yang tersedia di areal perkebunan, ketersediaan air minum, dan fasilitas perawatan serta handling yang memad Hal ini dapat mengurangi stres dan penyakit pada sapi yang dapat mempengaruhi produksi gas metana.
3. Mengurangi limbah pabrik kelapa sawit. Dalam implementasi SISKA, limbah atau produk sampingan dari pabrik kelapa sawit, seperti tandan kosong (TKKS), serat kelapa sawit (SKS), cangkang kelapa sawit (CKS), dan lumpur sawit (LS), dapat dimanfaatkan sebagai pakan untuk sapi. Limbah ini dapat diolah atau dicerna oleh sapi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mereka, sehingga mengurangi ketergantungan pada pakan lainnya dan membantu dalam manajemen limbah perkebunan sawit. Selain itu, limbah pabrik kelapa sawit juga dapat digunakan sebagai bahan baku biogas untuk energi. Biogas dapat mengurangi emisi karbon yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil atau limbah organik. Studi kasus di Malaysia menunjukkan bahwa penggunaan biogas dari limbah pabrik kelapa sawit dapat mengurangi emisi karbon sebesar 0,28 ton CO2 e/ha/tahun.
Issue global tentang gas rumah kaca dari perkebunan sawit diantaranya adalah perkebunan sawit dianggap sebagai penyebab utama deforestasi dan degradasi hutan, terutama di lahan gambut, yang menyebabkan pelepasan karbon dari biomassa dan tanah. Hal ini dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4), yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Perkebunan sawit juga dituding menghasilkan emisi gas rumah kaca dari aktivitas pertanian, seperti penggunaan pupuk kimia, pembakaran limbah sehingga dapat meningkatkan emisi nitrous oxide (N2O) dan metana (CH4), yang memiliki potensi pemanasan global lebih tinggi daripada CO2. Perkebunan sawit mendapat tekanan dari pasar internasional untuk menunjukkan komitmen dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan menerapkan praktik berkelanjutan. Hal ini dapat mempengaruhi daya saing dan akses pasar minyak sawit Indonesia di negara-negara tujuan ekspor. Perkebunan sawit sebenarnya memiliki potensi untuk menyerap karbon dari atmosfer melalui tanaman sawit dan tanah, jika dikelola dengan baik. Hal ini dapat mengurangi dampak negatif perkebunan sawit terhadap lingkungan dan memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Proses mitigasi gas rumah kaca pada sistem integrasi sapi kelapa sawit melibatkan beberapa strategi, antara lain:
- Mengurangi emisi gas rumah kaca dari perkebunan kelapa sawit dengan memanfaatkan limbah padat dan cair dari pabrik kelapa sawit sebagai pupuk organik atau bahan baku biogas. Hal ini dapat mengurangi pelepasan karbon dari biomassa dan tanah, mengurangi penggunaan pupuk kimia, mengurangi pembakaran limbah, dan mengurangi pencemaran air.
- Mengurangi emisi gas rumah kaca dari peternakan sapi dengan menggunakan faktor emisi lokal yang sesuai dengan kondisi peternakan di Indon Hal ini dapat meningkatkan akurasi inventarisasi gas rumah kaca dan mengidentifikasi sumber emisi utama yang perlu ditangani.
- Mengurangi emisi metana dari sapi dengan meningkatkan kualitas pakan, mengatur pola pemeliharaan, dan menggunakan teknologi bioga Hal ini dapat meningkatkan efisiensi pencernaan sapi, mengurangi produksi gas dalam rumen, dan memanfaatkan gas metana sebagai sumber energi terbarukan.
- Mengurangi emisi nitrous oxide dari tanah dengan mengoptimalkan penggunaan pupuk organik atau anorganik, mengatur irigasi, dan menerapkan sistem pertanian konserva Hal ini dapat meningkatkan penyerapan nitrogen oleh tanaman, mengurangi pencucian nitrogen ke air permukaan atau tanah, dan memperbaiki struktur tanah.
- Meningkatkan penyerapan karbon oleh tanaman dan tanah dengan mempertahankan tutupan vegetasi, menerapkan rotasi tanaman, dan menambah bahan organik ke tanah. Hal ini dapat meningkatkan biomassa tanaman, mengurangi erosi tanah, dan meningkatkan kesuburan tanah.
Dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem integrasi sapi kelapa sawit (SISKA) dapat berperan signifikan dalam mitigasi gas rumah kaca. Berikut adalah beberapa alasan mengapa SISKA dapat berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca:
- Pengelolaan Limbah Ternak: Dalam SISKA, limbah ternak dapat dikelola secara efisien melalui pengomposan atau produksi biogas. Hal ini mengurangi emisi metana (CH4), yang merupakan gas rumah kaca yang lebih kuat daripada karbon dioksida (CO2). Dengan pengelolaan yang baik, emisi metana dari limbah ternak dapat dikurangi atau bahkan digunakan sebagai sumber energi terbarukan.
- Peningkatan Efisiensi Pemupukan: SISKA memungkinkan penggunaan pupuk yang lebih efisien dan tepat sasaran. Penggunaan pupuk yang berlebihan dapat menyebabkan emisi nitrogen oksida (N2O), yang juga merupakan gas rumah kaca yang kuat. Dengan mengoptimalkan pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan menggunakan teknik aplikasi yang tepat, emisi N2O dapat dikurangi.
- Pemulihan Lahan dan Hutan: Penerapan SISKA dapat mendorong pemulihan lahan yang terdegradasi dan perlindungan hutan. Pemulihan lahan dan perlindungan hutan penting dalam mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) dari deforestasi dan degradasi lahan. Penanaman kembali vegetasi dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dalam SISKA membantu menyerap CO2 dari atmosfer.
- Penggunaan Energi Terbarukan: SISKA dapat memanfaatkan energi terbarukan, seperti biogas atau energi surya, untuk memenuhi kebutuhan energi dalam operasionalnya. Dengan menggunakan sumber energi yang bersih, SISKA dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengurangi emisi CO2 yang terkait.
- Praktik Pertanian Berkelanjutan: SISKA menerapkan praktik pertanian berkelanjutan, termasuk penggunaan teknologi presisi, pengelolaan air yang efisien, dan penggunaan pestisida yang bijaksana. Praktik-praktik ini membantu mengurangi penggunaan sumber daya alami dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang terkait dengan pertanian konvensional.
Dengan kombinasi faktor-faktor ini, penerapan SISKA dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mitigasi gas rumah kaca. Namun, penting untuk diingat bahwa mitigasi gas rumah kaca adalah usaha yang kompleks yang memerlukan pendekatan holistik dan kerja sama dari seluruh sektor industri untuk mencapai hasil yang optimal.
Rekomendasi teknis untuk mitigasi gas rumah kaca di perkebunan sawit dengan menerapkan sistem integrasi sapi kelapa sawit (SISKA):
- Pengelolaan Limbah Ternak: Implementasikan praktik pengelolaan limbah ternak yang efektif dan berkelanjutan. Limbah ternak menghasilkan emisi gas rumah kaca, terutama metana (CH4). Pengumpulan dan pengolahan limbah ternak secara tepat, seperti pengomposan atau pembuatan biogas, dapat mengurangi emisi metana dan menghasilkan energi terbarukan.
- Pengelolaan Pupuk: Terapkan pengelolaan pupuk yang efisien dan tepat sasaran. Pemupukan yang berlebihan atau tidak tepat dapat menyebabkan emisi nitrogen oksida (N2O), yang merupakan gas rumah kaca yang kuat. Dengan mengoptimalkan penggunaan pupuk berdasarkan kebutuhan tanaman dan melakukan aplikasi yang tepat, emisi N2O dapat dikurangi.
- Peningkatan Efisiensi Penggunaan Energi: Tingkatkan efisiensi penggunaan energi di perkebunan sawit, termasuk dalam proses produksi dan pengolahan kelapa sawit. Penggunaan energi yang efisien akan mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2) yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Penerapan teknologi energi terbarukan juga dapat membantu mengurangi emisi CO2.
- Pengelolaan Lahan dan Hutan: Lindungi dan kelola lahan dan hutan dengan baik untuk mencegah deforestasi dan degradasi hutan. Deforestasi dan degradasi hutan menyebabkan pelepasan karbon dari tanah dan biomassa, serta mengurangi kemampuan hutan dalam menyerap CO2. Praktik pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan restorasi lahan dapat membantu mengurangi emisi dan meningkatkan penyerapan karbon.
- Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan: Menerapkan praktik pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang efektif. Kebakaran hutan dan lahan dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca yang signifikan, terutama CO2 dan CH4. Pengendalian kebakaran yang baik, termasuk pemantauan secara rutin, pemadaman cepat, dan upaya pencegahan, akan membantu mengurangi emisi tersebut.
- Monitoring dan Pelaporan Emisi: Melakukan monitoring dan pelaporan emisi gas rumah kaca secara rutin dan akurat. Monitoring yang baik akan membantu mengidentifikasi sumber emisi utama, mengevaluasi efektivitas tindakan mitigasi, dan melacak kemajuan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Pelaporan yang transparan dan terpercaya juga penting untuk akuntabilitas dan pertanggungjawaban.
- Inovasi Teknologi: Mengadopsi dan mengembangkan inovasi teknologi yang ramah lingkungan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Misalnya, penerapan teknologi presisi dalam pemupukan untuk mengurangi limbah, penggunaan biogas dari limbah ternak untuk memenuhi kebutuhan energi, atau pemanfaatan energi terbarukan dalam operasional perkebunan.
- Penyuluhan dan Pelatihan: Memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada petani dan karyawan perkebunan tentang pentingnya mitigasi gas rumah kaca dan praktik-praktik berkelanjutan yang dapat dilakukan. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran akan dampak gas rumah kaca dan langkah-langkah mitigasi akan membantu mendorong adopsi praktik yang lebih baik.
Melalui implementasi rekomendasi teknis ini, perkebunan sawit dengan sistem integrasi sapi kelapa sawit (SISKA) dapat secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca dan berkontribusi pada pengembangan perkebunan yang lebih berkelanjutan secara lingkungan.
Penulis : Dr Wahyu Darsono