Perkembangan penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di dalam negeri dalam 1 bulan ini sudah dalam kondisi yang meresahkan, karena terhubung langsung dengan kebutuhan daging di setiap daerah yang sudah mulai ada pembatasan dalam upaya mencegah penularan yang lebih besar. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, berdasarkan laporan lapangan per 17 Mei 2022, penyakit mulut dan kuku (PMK) hingga saat ini sudah tersebar di 15 provinsi di Indonesia.
Lebih rinci dari 15 provinsi terdeteksi di 52 kabupaten/kota. Populasi ternak di 15 provinsi tersebut tercatat 13,8 juta ekor. Namun, dari jumlah populasi itu, yang benar-benar terdampak ditemukan kasus PMK pada populasi 3,9 juta ternak. Lalu yang benar-benar sudah dinyatakan positif terkena PMK ada sekitar 13 ribuan ternak (CNBC Indonesia, 2022).
Menyikapi kondisi terkini penyebaran PMK, maka program SISKA (Sistem Integrasi Sapi Kelapa Sawit) dan SISKA KUINTIP (Sistem Integrasi Sapi-Sawit berbasis kemitraan Usaha Ternak Inti Plasma) menjadi sebuah keniscayaan untuk menuju kemandirian daging sapi bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat di setiap daerah. Kondisi PMK menyebabkan adanya penutupan aliran pengiriman ternak (sapi/kambing/domba) dari sentra-sentra peternakan seperti di Nusa Tenggara dan Jawa Timur menuju pulau Kalimantan. Penutupan ini telah menjadi kegelisahan bagi stakeholder terkait karena berkurangnya pemenuhan kebutuhan daging di masyarakat.
Potensi luasan kebun kelapa sawit yang mencapai 16,3 juta ha dimana sekitar 41% luasannya merupakan kebun petani rakyat berpotensi dalam pengembangan peternakan di Indonesia. Tersedia potensi 6jt ha luasan perkebunan sawit rakyat yang mampu menyediakan pakan hijauan bagi ternak yang akan di kembangbiakkan melalui pola pengembalaan di kebun sawit. Ketersediaan biomassa pakan untuk sapi sepanjang tahun antara lain berupa, pelepah dan daun sawit, hijauan dibawah naungan sawit, bungkil sawit dan solid. Pemanfaatan kotoran sapi, pelepah sawit, tandan buah kosong) sebagai kompos, baik sebagai pupuk maupun pembenah tanah, serta gulma dapat menjadi makanan ternak. Melalui integrasi sapi-kelapa sawit berpotensi mengurangi biaya pupuk dan herbisida di perkebunan sekitar 30 persen, meningkatkan produksi TBS (tandan buah segar) dan mewujudkan sawit ramah lingkungan sesuai dengan target Sustainable Development Goal (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang telah di canangkan pemerintah. Salah satu manfaat positif intergasi Sapi-Kelapa Sawit terhadap lingkungan adalah, berkurangnya penggunaan pupuk kimia, berkurangnya residu herbisida dan berkurangnya limbah yang menjadi sumber penyakit tanaman.
SISKA Supporting Program bersama Advisory Support Group Indonesia Australia Red Meat and Cattle Partnership (ASG-IARMCP) sedang menjalankan model SISKA di Kalimantan Selatan selama 1 tahun terakhir. Program strategis ini perlu didukung oleh peran multistakeholder untuk mendorong implementasi kebijakan dan fasilitas teknis perluasan integrasi sawit sapi di Indonesia.
Seiring dengan pelaksanaan program SISKA di beberapa lokasi sebagai pilot project, dilaksanakan juga program penyiapan SDM melalui pendidikan dan pelatihan setara diploma yang tersertifikasi dengan tujuan agar saat menduplikasi program atau pengembangan program sejenis di lokasi lain, maka ketersedian SDM terlatih sudah ada dan siap untuk langsung terjun ke lapangan mendukung pelaksanaan kegiatan atau program SISKA di di luar provinsi Kalimantan Selatan.
Keuntungan dari integrasi Sapi-Kelapa Sawit bagi pengembangan peternakan di Indonesia adalah ketersediaan lahan dan pakan untuk pengembangan sapi, dan berpotensi pengembangan industri pakan, serta dampak positif lainnya adalah meningkatnya jumlah pengelola sapi dan meningkatnya populasi sapi yang berkualitas.
Oleh : Dr. Ir. Arief Rahmad Maulana Akbar, M.Si