Sistem integrasi antara sapi kelapa sawit dilakukan sebagai sebuah langkah untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya. Implementasi sistem integrasi dapat mengurangi penggundulan hutan, menyediakan kebutuhan lahan penggembalaan dan menurunkan penggunaan herbisida untuk melindungi pakan di saat ternak merumput. Menurut Grinnell et al. (2022) implementasi integrasi sapi-kelapa menjadi lebih kompleks ketika perkebunan dan ternak dimiliki oleh pihak yang berbeda, dan pada umumnya pekebun menganggap tumbuhan dibawah naugan sawit sebagai gulma dan tidak memiliki potensi sebagai biomasa pakan ternak yang berkualitas.
Menurut Umar et al. (2023) telah terjadi peningkatan 45% area produksi kelapa sawit secara global yang juga peningkatan penggunaan herbisida dan kerusakan tumbuhan bawah. Oleh karena itu upaya peningkatan implementasi SISKA melalui kolaborasi berbagai pihak dapat menjadi sebuah pendekatan pemanfaatan sumberdaya secara optimal yang sekaligus mengurangi dampak terhadap lingkungan. Salah satu manfaat dari penerapan sistem integrasi sapi-kelapa sawit adalah terjadinya siklus perputaran nutrisi. Penggunaan herbisida dapat menyebabkan masalah lingkungan termasuk hilangnya keanekaragaman hayati, ekotoksisitas, pencemaran air, perubahan iklim dan penggunaan lahan (Clark et al. 2020). Penggunaan herbisida secara terus menerus juga dapat menyebabkan penurunan aktivitas mikroba tanah, meningkatnya emisi CO2 tanah, gulma resistensi herbisida yang menyebabkan dominasi spesies di lapangan.
Sistem integrasi sapi-sawit sangat berpotensi untuk mengurangi penggunaan herbisida sekaligus meminimalkan dampak herbisida terhadap ekosistem. Disamping itu, pengembalaan secara sistematis dapat menurunkan penggunaan herbisida dari 75% menjadi 15% (Umar et al. 2023). Dengan demikian, implementasi sistem integrasi ini telah menjadikan ternak sebagai penghasil pupuk organik dan biological weed management agent yang mengurangi tanaman pengganggu atau yang dianggap sebagai gulma.
Peran masing-masing komponen dalam Siklus Nutrien dalam Implementasi SISKA, meliputi:
- Kotoran ternak sebagai pupuk dimana ternak sapi menghasilkan kotoran yang dapat digunakan sebagai pupuk organik bagi tanaman kelapa sawit. Kotoran ternak mengandung nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), belerang (S), magnesium (Mg), dan kalsium (Ca) serta zat gizi mikro yang menjadi sumber nutrisi tanah, sehingga berfungsi juga untuk dan mengurangi penggunaan pupuk sintetis. Selain itu Sapi juga memiliki peranan sebagai agen pengontrol pertumbuhan gulma.
- Tanaman kelapa sawit menghasillkan produk utama berupa minyak sawit, dan beberapa hasil samping lainnya seperti daun pelepah sawit, tandan buah kosong, residu batang dan limbah pabrik minyak sawit (POME). Produk sampingan ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak maupun pupuk organik, serta menutup siklus nutrisi di dalam sistem. Pengelolaan dan pemanfaatan yang tepat dari produk sampingan ini dapat berkontribusi pada perbaikan siklus hara yang berkelanjutan dan mengurangi timbunan limbah.
- Tanaman penutup dan tanaman sela pada perkebunan sawit dapat mencapai sebanyak 60-70 jenis tanaman yang tumbuh dan berkembang yang berpotensial sebagai sumber pakan ternak. Mengintegrasikan tanaman penutup dan tanaman sela dalam sistem ini dapat meningkatkan siklus hara. Tanaman penutup seperti legum dapat memperbaiki nitrogen atmosfer, yang sangat bermanfaat dan dapat digunakan oleh pohon kelapa sawit. Tumpang sari dengan tanaman pengikat nitrogen atau tanaman pelengkap lainnya dapat lebih mengoptimalkan ketersediaan nutrisi dan mengurangi ketergantungan bahan kimia tambahan.
Menurut Umar et al. (2023) integrasi antara sapi-kelapa sawit sangat efektif dalam implementasi dan memperbaiki siklus nutrisi yang terjadi pada umur tanaman sawit diatas 5 tahun. Demikian pula halnya dengan integrasi penggembalaan ternak sapi ke dalam perkebunan kelapa sawit yang dapat bermanfaat untuk membantu sektor pertanian dalam mencapai beberapa tujuan keberlanjutan. Hal ini yang sekarang menjadi penting untuk ketahanan terhadap perubahan iklim. Siklus nutrien dalam sistem integrasi sapi-kelapa sawit juga dapat melalui meningkatkan penyerapan karbon, efisiensi penggunaan nutrisi N dan P, penurunan polusi air tanah, serta mengurangi pertumbuhan gulma, sehingga mengurangi kebutuhan akan mengurangi perlakuan terhadap hama yang bersifat mekanis dan kimiawi. Lebih jauh lagi, Silvopasture yaitu integrasi pohon, hijauan, dan penggembalaan ernak yang sengaja dirancang pada sebidang tanah yang sama (Smith 2022). Sistem seperti ini yang direncanakan dengan baik dapat mengurangi erosi, mendorong pembentukan tanah, biomassa, keanekaragaman hayati, serta berfungsi sebagai pengumpul dan penyimpan air (Lerner et al. 2017).
Penulis
Febrinita Ulfah, SPt, MSi
DAFTAR PUSTAKA
Brewer KM, Gaudin ACM. 2020. Potential of crop-livestock integration to enhance carbon sequestration and agroecosystem functioning in semi-arid croplands. Soil Biol. Biochem. 149 107936
Garrett RD. 2016. Social and ecological analysis of commercial integrated crop livestock systems: Current knowledge and remaining uncertainty. Agric. Syst. 155 : 136
Lerner AM, Zuluaga AF, Chara J, Etter A, Searchinger T. 2017. Sustainable Cattle Ranching in Practice: Moving from Theory to Planning in Colombia’s Livestock Sector. Environ. Manage. 60 176–184.
Smith MM. 2022. Silvopasture in the USA: A systematic review of natural resource professional and producerreported benefits, challenges, and management activities. Agric. Ecosyst. Environ. 326.
Umar Y, Syakir MI, Yusuff S, Azhar B, Tohiran KA. 2023. The integration of cattle grazing activities as potential best sustainable practices for weeding operations in oil palm plantations. IOP Conf Series Earth and Environmental Science. 1167 : 1-9.
