Dokumen artikel lengkap dapat diakses disini.
Usaha budidaya sapi pedaging dengan pola sistem integrasi kelapa sawit-sapi pedaging (SISKA) telah dicanangkan untuk pengembangan sub-sektor peternakan di wilayah yang memiliki perkebunan kelapa sawit. Integrasi usaha sawit-sapi ini dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit. Optimalisasi ini dilakukan dengan cara memanfaatkan limbah tanaman sawit sebagai bahan pakan ternak sapi pedaging. Sapi memiliki kemampuan untuk mencerna pakan berserat tinggi seperti daun dan pelepah, yang tersedia berlimpah perkebunan kelapa sawit. Hal ini dikarenakan ternak sapi merupakan kelompok hewan ruminansia yang memiliki lambung jamak. Salah satu lambung tersebut adalah rumen dan berfungsi sebagai bio fermentor yang dihuni oleh jutaan mikroorganisme. Mikroorganisme ini yang berperan dalam mencerna serat kasar yang dikonsumsi menjadi asam lemak terbang yang diserap oleh sapi sebagai sumber energi.
Gambar 1 Integrasi Sapi Kelapa Sawit
Salah satu model pemeliharaan ternak pada sistem integrasi sawit-sapi yang biasa dilakukan oleh masyarakat adalah semi-intensif, dimana sapi akan digembalakan pada pagi sampai dengan sore hari untuk mencari pakan, lalu dikandangkan pada malam hari. Sistem pemeliharaan ini memiliki keuntungan dalam mempertahankan performa reproduksi ternak. Khususnya terkait dengan deteksi berahi dan perkawinan ternak. Deteksi berahi paling akurat dan praktis untuk dilakukan adalah menggunakan pejantan dalam sebuah koloni sapi betina yang digembalakan. Termasuk kemampuan sapi pejantan untuk mengawini para sapi betina di koloni. Oleh karena itu, salah satu tolak ukur keberhasilan program SISKA dapat dilihat dari performa reproduksi ternak yang dipelihara.
Namun demikian, beberapa hasil penelitian di lapangan menunjukkan adanya inefisiensi akibat gangguan reproduksi sapi di program SISKA yang salah satunya disebabkan oleh faktor nutrisi (Budiyanto et al., 2016). Adanya defisiensi nutrisi dapat menjadi salah satu penyebab gangguan atau kegagalan reproduksi. Kecukupan nutrient dan cadangan energi tubuh dibutuhkan dalam proses metabolism, pertumbuhan, serta aktivitas reproduksi. Gangguan reproduksi dapat mengakibatkan kegagalan fertilisasi dan secara tidak langsung dapat menyebabkan masa estrus postpartum, days open, dan calving interval yang lebih panjang (>90 hari, > 85-110 hari, > 12-15 bulan), penurunan conception rate (<60%), dan peningkatan service per conception (>1,5) (Ahuja dan Montiel, 2005; Azawi, 2008; Gitonga, 2010).
Asupan nutrient pada ternak yang digembalakan di perkebunan kelapa sawit sangat bergantung pada pertumbuhan, kualitas nutrient, serta komposisi botani (rumput dan legum). Lebih lanjut pertumbuhan, kualitas nutrisi dan komposisi botani diantara pohon sawit dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara dan air, iklim (hujan, suhu dan kelembaban udara, angin, cahaya, dan panjang hari), serta gangguan (hama, penyakit dan gulma). Tanaman di area perkebunan kelapa sawit antara lain rumput-rumputan, tumbuhan berdaun sempit, tumbuhan berdaun lebar (gulma) serta leguminosa. Keragaman tumbuhan dibawah naungan perkebunan berpotensi digunakan sebagai hijauan pakan, namun pakan tambahan seperti konsentrat masih tetap diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak (Kumalasari et al., 2020).
Gambar 2 Pemberian Pakan Konsentrat di Lahan Sawit
Flushing merupakan salah satu sistem manajemen pemberian pakan dimana diberikan pakan berkualitas tinggi (kaya energi dan protein) untuk meningkatkan status nutrisi ternak dalam mendukung performa reproduksi indukan. Program flushing akan sangat terlihat, jika diberikan pada indukan yang memiliki kondisi tubuh (Body Condition Score) dibawah standar. Umumnya pemberian pakan flushing pada ternak pembibitan adalah pada sebelum dan setelah kawin serta pada akhir kebuntingan. Dengan pemberian pakan kaya energi, maka diharapkan akan meningkatkan ovulasi, memperbaiki tingkat konsepsi dan implantasi, serta persentase kelahiran.
Bahan pakan yang digunakan pada ransum flushing umumnya berupa biji-bijian seperti gandum, oat, barley, atau jagung yang mengandung energi tinggi asal karbohidrat. Namun demikian, hal ini kurang cocok diterapkan di Indonesia yang memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi. Bahan pakan tinggi karbohidrat cenderung akan menghasilkan panas metabolisme yang tinggi, sehingga jika diberikan secara berlebihan pada sapi akan menyebabkan cekaman panas.
Penggunaan bahan pakan asal minyak nabati seperti minyak sawit, dapat digunakan sebagai alternatif karena menghasilkan energi 2,25 kali lebih tinggi dan menghasilkan panas metabolisme yang lebih rendah dibandingkan karbohidrat. Dalam program SISKA penggunaan minyak sawit atau hasil samping pengolahan minyak sawit dapat digunakan sebagai sumber energi dalam pakan flushing. Penggunaan minyak juga dalam pakan, juga relatif lebih sedikit sehingga tidak menimbulkan pertambahan biaya pakan yang signifikan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam ransum flushing yaitu kandungan protein dan mineral. Ransum flushing perlu diformulasikan mengandung protein kasar berkisar antara 10%-16% untuk menjaga sistem reproduksi yang ideal.
Selain itu, pemenuhan vitamin dan mineral (mikro dan makro elemen) diperlukan dalam menjaga kesehatan reproduksi ternak. Vitamin seperti vitamin A dan E (Yasothai, 2014a) serta mineral (Ca, P, Zn, Mn, Cu, Co, I, dan Se) dalam pakan (Yasothai, 2014b) diperlukan untuk menjaga kesehatan ternak dan meningkatkan performa reproduksi ternak. Pemberian ransum flushing dapat dilakukan pada saat ternak masih di dalam kandang, yaitu pada pagi sebelum digembalakan, dan saat sore hari setelah ternak kembali ke kandang.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan dampak positif terhadap sistem reproduksi sapi betina indukan. Soca et al. (2013) melaporkan sapi betina yang dipelihara dalam pastura dan diberikan ransum flushing menggunakan beras giling selama 22 hari sebelum masa kawin mengalami perbaikan performa reproduksi, seperti terjadi peningkatan kebuntingan sebanyak 40% yang disebabkan adanya perbaikan BCS pada saat melahirkan. Pemberian ransum flushing berupa 200 g/hari produk pakan berbasis minyak kedelai setelah inseminasi buatan terbukti meningkatkan tingkat kebuntingan pada sapi betina (Mercadante dan Cooke, 2018). Pemberian ransum flushing menggunakan bungkil kedelai untuk meningkatkan kandungan protein pakan menunjukkan peningkatan plasma urea nitrogen dan insulin yang berkaitan dengan reproduksi pada indukan sapi pedaging (Cappellozza et al., 2015). Aplikasi penggunaan ransum flushing di Indonesia telah diintroduksi dan dilakukan di masyarakat untuk memperbaiki performan reproduksi sapi indukan. Baihaqi et al. (2023) melaporkan bahwa ransum flushing mampu meningkatkan nilai BCS dan bobot badan sapi betina yang dipelihara di masyarakat Desa Pangkal Jaya, Kabupaten Bogor. Penggunaan strategi ransum flushing untuk perbaikan performa reproduksi sapi pedaging dalam program SISKA perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi sapi pedaging.
Penulis :
Dr Dilla Marestia Fassah, SPt, MSc
Dr Ir Lilis Khotijah, MSi
Daftar Pustaka
Ahuja C, Montiel F. 2005. Body condition and suckling as factors influencing the duration of post-
partum anestrus in cattle: a review. Journal of Animal Science 85: 1-26.
Azawi OI. 2008. Postpartum Uterine Infection In Cattle. Animal Reproduction Science 105: 187-
208.
Baihaqi M, Prihantoro, I, Aditia EL. 2023. Penerapan Teknologi Pakan Flushing pada Pembiakan
Sapi di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Jurnal Agrokreatif. 9(1): 81-
89.
Budiyanto A, Tophianong TC, Triguntoro, Dewi HK. 2016. Gangguan Reproduksi Sapi Bali pada Pola Pemeliharaan Semi Intensif di Daerah Sistem Integrasi Sapi – Kelapa Sawit. Acta Veteriana Indonesia. 4 (1): 14-18
Capellozza, BI, Cooke RF, Reis MM, Marques RS, Guarnieri Filho TA, Perry GA, Jump DB, Lytle KA, and Bornhert DW. 2015. Effects of protein supplementation on physiological responses associated with reproduction in beef cows. Journal of Animal Science. 93: 386-394.
Gitonga PN. 2010. Pospartum reproductive performance of dairy cows in medium and large scale farms in Kiambu and Nakuku Districts of Kenya. Thesis. University of Nairobi Faculty of Veterinary Medicine.
Kumalasari NR, Sunardi, Khotijah L, Abdullah L. 2020. Evaluasi potensi produksi dan kualitas tumbuhan penutup tanah sebagai hijauan pakan di bawah naungan perkebunan di jawa barat. JINTP. 18(1): 7-10.
Mercandante, VRG, and Cooke R. 2018. Post-AI Supplementation with Ca Slats of Soybean Oil
Increases Pregnancy Success in Bos Taurus Beef Cows. Journal of Animal Science. 96 (S2): 22.
Soca, P, Carriquiry M, Keisler DH, Claramunt M, Do Carmo M, Olivera-Muzante J, Rodríguez M, Meikle A. 2013. Reproductive and productive response to suckling restriction and dietary flushing in primiparous grazing beef cows. Animal Production Science. 53: 283-291.
Yasothai, R. 2014a. Importance of vitamins on reproduction in dairy cattle. International Journal of Science, Environment and Technology. 3(6): 2105-2108.
Yasothai, R. 2014b. Importance of minerals on reproduction in dairy cattle. International Journal of Science, Environment and Technology. 3(6): 2051-2057.