SISKA Collaborative Research
and Dissemination

"Collaborative Research and Dissemination to support SISKA (oil palm-livestock integration & intercropping system) adoption and expansion to achieve sustainable oil palm plantation"

TITIK KRITIS PENGEMBANGAN SISKA

BAGIKAN

Sistem integrasi sapi di perkebunan sawit semakin berkembang dan meluas di beberapa provinsi di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. SISKA secara ekstensif yang diterapkan oleh beberapa perusahaan perkebunan dan petani mitra sawit kebanyakan masih merupakan program pembiakan dengan tujuan perbanyakan populasi sapi untuk menghasilkan bakalan dengan memanfaatkan sumber pakan di dalam blok sawit sebagai sumber nutrisi.

Pengembangan SISKA tentunya tidak terlepas dari berbagai tantangan dan peluang yang dihadapi oleh para pelaku di lapangan, sehingga memerlukan penelaahan secara akurat dan menyeluruh sebelum usaha ini dilakukan. Selama hampir 4 tahun (2016-2020) penulis berkesampatan melakukan kaji terap di salah satu perusahaan perkebunan sawit di Kalimantan Tengah yang menerapkan SISKA pada skala industri (populasi 10.000 ekor) dalam rangka melakukan verifikasi terhadap studi kelayakan yang telah dibuat. Berdasarkan pengalaman tersebut penulis mencoba mengidentifikasi beberapa titik kritis yang menjadi faktor penentu keberhasilan bisnis sapi di lahan sawit.

SISKA adalah usaha yang menantang. SISKA dalam skala tertentu dipandang sebagai usaha yang secara operasional dan ekonomis masih perlu dipelajari. Upaya untuk membangun profil SISKA sebagai usaha yang menguntungkan dan mudah dalam tataran operasionalnya menjadi salah satu faktor kunci untuk menarik pengusaha masuk di bisnis ini secara sukarela. Kajian ekonomi dan operasional secara komprehensif dalam jangka panjang dengan berbagai tingkat skala usaha (kecil dan mengengah) maupun industri perlu dilakukan secara seksama untuk mendapatkan data yang lebih akurat tentang praktek bisnis SISKA.

Intergrasi sapi di perkebunan sawit bukan pabrik pengolah sawit. Isu ini berhubungan dengan penyediaan sumber konsentrat seperti bungkil kelapa sawit dan solid saat diperlukan tambahan pakan. Penyediaan bungkil sawit dapat terkendala ketika pasar di luar kawasan sawit lebih menarik. Oleh karena itu perlu adanya upaya kemitraan dalam memanfaatkan sumber pakan ini melalui kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pabrik pengolah sawit dengan pengelola usaha sapi. Solusi lainnya adalah membangun usaha pakan di sekitar kawasan SISKA yang dapat mensuplai kebutuhan mitra SISKA, sehingga bungkil kelapa sawit tidak dipandang sebagai komoditi, namun sebagai produk yang lebih menguntungkan.

Skala besar tantangan besar. Secara bisnis, perusahaan perkebunan sawit akan membandingkan antara usaha kelapa sawit dengan sapi. Meskipun keduanya tidak bisa dibandingkan namun nilai yang dihasilkan dan tingkat kerumitan operasional dapat menjadi ukuran usaha SISKA ini layak atau tidak untuk dijadikan bisnis. Kedua bidang usaha ini dipandang sebagai bidang usaha komplementer selama skala pengelolaannya disesuaikan dengan kemampuan operasional manajemen dan  memberikan insentif ekonomi bagi perusahaan pengelola. Pada skala usaha sapi yang masih kecil (<500 ekor) secara operasional masih dipandang belum rumit pengelolaannya baik sistem pemeliharaan maupun sistem logistik sumberdayanya. Penambahan populasi memerlukan pertimbangan operasional yang lebih kompleks dan sumberdaya yang lebih banyak. Pengalaman dengan skala populasi 5.000 ekor menunjukkan jumlah optimal yang dapat dikelola oleh satu perusahaan operator, selebihnya diperlukan operator lain untuk mengelolanya. Untuk memudahkan penanganan SISKA dengan populasi tinggi diperlukan manajemen koloni yang baik berdasarkan status fisiologi sapi (Tabel 1). Tujuan manajemen koloni adalah untuk mempermudah dalam menentukan zona penggembalaan, menentukan jumlah ternak yang dipelihara, pembiayaan operasional, penanganan sapi (kesehatan, seleksi, grading, pemeriksaan kebuntingan).

  Klan 1 Klan 2 Klan 3
Luas lahan penggembalaan  (Ha) 11 700.00 12 206.35 8 351.67
Grazing/hari Setengah blok Setengah blok 1 blok
Status fisiologi dominan sapi dara Laktasi Indukan bunting
Jumlah koloni 6 6 3

Tabel 1. Sumberdaya lahan dan sapi dalam SISKA pada skala besar pembiakan

Klan 1-3 : merupakan perusahaan operator perkebunan sawit milik PT Astra Agro Letari

Sumber : Sirait, 2019

Isu nutrisi pada area usaha. Nutrisi dan pakan merupakan aspek penting dalam usaha SISKA. Berdasarkan cuplikan pengamatan di tiga perusahaan kebun sawit di Kota Waringin barat, Pasaman Barat dan Banda Aceh, terdapat rata-rata 52 spesies tumbuhan pada blok sawit, yang terdiri dari 23.21% rumput-rumputan, 3.57% kacang-kacangan, dan 73.22% rumbah (Sirait, 2019; Akbar et al., 2021; Kumalasari et al., 2022), yang dapat menyumbang nutrient mencapai  67% dari kebutuhan nutrisi sapi, tergantung dari umur tanaman sawit dan tipe penggembalaan. Salah satu tumbuhan penting di bawah kanopi sawit yaitu Asystasia gangetica (Kumalasari et al., 2022) merupakan tanaman sumber protein yang dapat dibudidayakan (Kumalasari et al., 2023). Penggembalaan bergilir dengan periode 2 bulan menghasilkan produksi hijauan 4,5 kali lebih banyak (1.8 ton bahan kering/ha) dengan variasi spesies lebih banyak dibandingkan pergiliran1 bulan, namun kualitas menurun 18-22%. Pemanfaatan pelepah sawit adalah tantangan tersendiri dalam logistik dan biaya pencacahan. Biaya pungut pelepah hingga penyajian kepada ternak menjadi komponen biaya produksi yang nilainya setara dengan harga rumput yang dibeli dari luar kawasan. Kalsium pada darah sapi ditemukan rendah akibat pH tanah rendah di lahan gambut dan naungan oleh kanopi sawit yang menyebabkan kekurangan vitamin D pada sapi, sehingga mobilisasi kalsium untuk tulang rendah. Hal ini berakibat adanya pengurangan kecepatan tumbuh pada pedet yang dipelihara pada blok sawit TM >10 tahun. Selain itu mineral micro seperti Se (Selenium) sering ditemukan rendah pada sapi indukan, yang berpengaruh pada kesehatan reproduksi. Solusi dari permasalahan tersebut adalah mengoptimalkan waktu rotasi penggembalaan pada umur 60-70 hari, membuat silase pelepah sawit secara periodik untuk stok musim kemarau  dan suplementasi mineral 2 kali lipat dari kebutuhan.

Perkembangan bioteknologi tanaman sawit. Kemajuan dibidang rekayasa genetic yang dapat menghasilkan tanaman sawit pendek merupakan obsesi bagi pengusaha kebun sawit, karena dapat mengurangi biaya panen. Saat ini belum menjadi isu penting, namun keberhasilan perekayasaan tanaman sawit ini akan menjadi momentum dalam replanting kebun sawit berikutnya. Selama ketinggian tegakan sawit produktif hasil rekayasa genetik ini minimal setinggi jangkauan sapi terhadap pelepah atau buah, maka pemeliharaan sapi pada blok sawit dapat dilakukan dengan aman untuk tanaman sawit. Isu ini merupakan tantangan tersendiri terhadap SISKA, namun perlu dikaji lebih lanjut peluang integrasi dengan ternak lainnya yang cocok dengan kondisi sawit tersebut, jika integrasi sawit dan ternak masih perlu dilakukan dapam rangka ketahanan pangan nasional.

Usaha hulu-hilir SISKA. Penggemukan, pemotongan dan pengolahan daging merupakan usaha yang berpotensi mempercepat pengembalian modal usaha terutama di Kalimantan, karena nilai tambahnya yang lebih besar dibandingkan dengan pemeliharaan sapi pembiakan. Integrasi secara horizontal ini dapat membentuk lingkungan usaha yang saling melengkapi dan menarik secara bisnis, mengingat harga sapi dan daging di Kalimantan masih tinggi.

Titik kritis yang disampaikan di atas barangkali relevan untuk SISKA skala besar dan untuk mengantisipasi perubahan kebijakan perluasan dan pemeliharaan/maintenance kebun sawit di masa mendatang. Mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu menjadi acuan atau pertimbangan bagi pengusaha yang akan berusaha dalam sistem integrasi sawit sapi.

Penulis

Prof. Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc

Pustaka

Kumalasari, N.R. L. Abdullah, L., Khotijah, Indriani, N. Iman. 2022. Evaluation of auxin and cytokinin use for vegetative propagation of Asystasia gangetica for forage production. Tropical Grasslands-Forrajes Tropicales, 10(2):143.148.

Putri, A., L. Abdullah, Nahrowi. 2022. Potential Availability of Forage in Oil Palm Plantations in West Pasaman Regency. https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/1020/1/012021/pdf. 10: 012-021

Sirait, A. S. 2019. Evaluasi Potensi Biomassa Hijauan dan Kapasitas Tampung pada Lahan Integrasi Sawit-Sapi di Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah. IPB Univerrsity. 46 hal.

Akbar, F. N.R. Kumalasari, L. Abdullah. 2021. Evaluasi Potensi Keragaman Hijauan Penutup Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh. J. Ilmu Lingkungan, 19(1):163-169.

Kumalasari, NR., Herilimiansyah, C. Badriah, Sunardi, L. Khotijah, L. Abdullah. 2023. Evaluation of Biomass Production, Nutrient Content and Digestibility of Asystasia gangetica as an Alternative Forage under Palm Plantation. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan, 33(1):1-8

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Chat Kami
1
Siskaforum.org
Gratis, gabung komunitas Siska Forum
Dapatkan info dan artikel menarik mengenai Sistem Integrasi Sapi dan Kelap Sawit